Minggu, 13 Januari 2013
evaluasi pendidikan ditinjau dari segi filosofis
A. Pengertian Evaluasi Dan Evaluasi
Pendidikan
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris Evaluation yang berarti penilaian. Dengan demikian secara harfiah
evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan pendidikan.
Dari
segi istilah sebagaimana dikemukakan Edwind Wandt dan Gerald W.Brown evaluasi
pendidikan yaitu kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga
dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.[1]
B. Tujuan Evaluasi Pendidikan
1. Tujuan
Umum
a. Untuk
memperoleh data pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai dimana tingkat
kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan
kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang
ditentukan.
b. Untuk
mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah
dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu.
2. Tujuan
Khusus
a. Untuk
merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Karna
tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
b. Untuk
mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan sehingga dapat ditemukan
cara-cara perbaikannya.[2]
C. Fungsi Evaluasi
Kegiatan
evaluasi dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang bervariasi di
dalam proses belajar mengajar antara lain,[3]
a. Sebagai
alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan,
nilai-nilai dan ketrampilan yang telah diberikan oleh seorang guru.
b. Untuk
mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar
c. Mengetahui
tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar
d. Sebagai
saran umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
e. Sebagai
alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
f. Sebagai
materi utama laporan hasil belajar kepada para orangtua siswa.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
Suatu
evaluasi hanya akan merupakan suatu langkah pendidikan yang berarti dan berguna
jika evaluasi dilakukan dengan baik.[4]
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik pelaksanaan kegiatan evaluasi
hendaknya bertitik tolak dari prinsip-prinsip[5]
sebagai berikut:
1. Kontinuitas
Pendidikan
adalah suatu proses yang kontinu maka evaluasi pun harus dilakukan secara
kontinu. Hasil penilaian yang diperoleh pada suatu waktu harus senantiasa
dihubungkan dengan hasil-hasil dalam waktu sebelumnya sehingga dapat diperoleh
gambaran yang jelas dan berarti tentang perkembangan anak didik.
2. Keseluruhan
Dalam
melakukan evaluasi terhadap suatu objek, kita mengambil seluruh objek itu
sebagai bahan evaluasi. Misalnya jika objek evaluasi itu si anak, maka yang
dievaluasi adalah seluruh aspek kepribadian anak itu, baik aspek kognitif,
afektif maupun psikomotorik.
3. Objektivitas
Dalam
mengevaluasi hendanya berlaku seobjektif mungkin. Oleh sebab itu
perasaan-perasaan, keinginan-keinginan, prasangaka yang bersifat negatif harus
dijauhkan. Evaluasi harus didasarkan atas kenyataan yang sebenarnya.
4. Kooperatif
Prinsip
ini sangat erat kaitannya dengan ketiga prinsip diatas. Dalam prinsip ini
dikandung maksud bahwa setiap kegiatan evaluasi hendaknya dilakukan
bersama-sama oleh semua guru yang bersangkutan. Disamping hasil evaluasi dari
guru, data evaluasi dari orangtua anak didik harus pula turut dipertimbangkan.
E. Sistem Evaluasi
Yang
dimaksud dengan sistem penilaian/ evaluasi ialah cara yang digunakan dalam
menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian sehingga kedudukan siswa dapat
diketahui apakah telah menguasai tujuan instruksional atau belum. Sistem
penilaian hasil belajar dibedakan didalam dua sistem yakni penilaian acuan
norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).[6]
PAN
adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian
dapat diketahui posisi kemampuan siswa didalam kelompoknya. Untuk itu kriteria
yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan
dengan nilai rata-rata kelasnya. Dengan kata lain prestasi yang dicapai
seseorang posisinya sangat bergantung pada prestasi kelompoknya.
PAP
adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan instruksional yang harus dikuasai
oleh siswa. Dengan demikian derajat keberhasilan siswa dibandingkan dengan
tujuan yang seharusnya dicapai bukan dibandingkan dengan rata-rat kelompoknya.
Biasanya kriteria keberhasilan berkisar 75-80 persen. Artinya siswa dikatakan
berhasil jika dapat menguasai 75-80% dari tujuan yang seharusnya dicapai.
F.
Aspek-
Aspek yang di Evaluasi
Aspek
aspek yang dievaluasi harus bertitik tolak dari tujuan dan prinsip evaluasi
sendiri. Agar aspek-aspek tersebut relevan dengan apa yang kita harapkan.
Adapun aspek-aspek yang harus dievaluasi[7]
meliputi:
a. Perkembangan
Pribadi Anak Didik
1. Sikap
Bagaimana
sikap anak didik terhadap tuhan, orangtua, masyarakat, teman, tata tertib
sekolah, lalu lintas, bangsa dan negara dsb? Apakah sikap peserta didik sesuai
dengan yang diharapkan?
2. Pengetahuan
dan pengertian anak didik terhadap bahan pelajaran
Apakah
anak didik sudah mengetahui dan memahami tugas-tugas sebagai warga negara,
warga masyarakat, warga sekolah dsb?
3. Kecerdasan
anak didik
Apakah anak didik pada taraf tertentu sudah dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi khususnya dalam hal pelajaran?.
4. Perkembangan
jasmani dan kesehatan
Apakah jasmani anak didik sudah berkembang secara
harmonis? Apakah anak didik dapat membiasakan diri hidup sehat? Dsb
5. Keterampilan
Apakah
anak didik sudah terampil membaca, menulis, berhitung? Apakah anak didik sudah
termpil berternak, bertani dsb?
b. Isi
Pendidikan
1. Apakah
materi pelajaran atau kegiatan yang dilakukan relevan dengan perkembangan umur,
minat dan kebutuhan anak didik?
2. Apakah
situasi dan suasana sekolah sudah cukup baik?
3. Apakah
sarana dan prasarana sudah tersedia dengan lengkap?
4. Bagaimana
keadaan kepala sekolah, guru dan pegawainya?
c. Proses
pendidikan
1. Apakah
cara guru mengajar baik metode dan tekniknya relevan dengan tujuan pengajaran?
2. Apakah
cara belajar siswa aktif sudah berfungsi sebagaimana messtinya?
3. Apakah
waktu sudah tersedia untuk belajar dan mengajar?
4. Adakah
waktu istirahat?
DAFTAR
PUSTAKA
1. Arikunto,
Suharsimi. 1986. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan, Yogyakarta:Bina Aksara.
2.
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, Yogyakarta:
Teras
3. Arifin,
zainal. 1988. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
4. Sudijono,
Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
5. Buchori,
M. 1983. Teknik-Teknik Evaluasi dalam
Pendidikan. Bandung: Jemmars.
[1] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan ,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005) hlm: 1
[2] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan ,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005) hlm: 16
[3] Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan dalam meningkatkan mutu
pendidikan, (Yogyakarta: Teras 2009) hlm: 52
[6] Sulistyorini, Evaluasi
Pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan, (Yogyakarta: Teras 2009) hlm:
56
teknik evaluasi ranah afektif
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif
Teknik evaluasi
yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1.
Teknik non tes, terdiri dari: skala, kuesioner, daftar cocok,
wawancara, pengamatan, riwayat hidup.
2.
Teknik tes; Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa,
maka dibedakan atas adanya 3 macam tes, yaitu: tes diagnostik, formatif,
sumatif.
Ranah afektif
adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Pengukuran
ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat(dalam arti pengukuran formal)
karena perubahan tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu[3]. Pengubahan sikap
seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat
dan penghargaan serta nilai-nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata
pelajaran pendidikan agama, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran
agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai
pelajaran agama yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap
guru pendidikan agama Islam dan sebagainya.
Langkah-langkah
dalam pelaksanaan evaluasi meliputi: perencanaan, pengumpulan data, persifikasi
data, pengolahan data, penafsiran data. Analisis Butir-Butir Instrumen Evaluasi
meliputi aktivitas menilai tes yang dibuat sendiri dan mengalisis butir-butir
soal. Skala penilaian mencakup: Skala bebas, Skala 1 – 10, Skala 1- 100 dan
Skala huruf yang sudah lazim: (A, B, C, D, E [ada yang sampai G).
Ranah afektif
menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu: (1) receiving (2) responding(3) valuing (4) organization (5) characterization by evalue or calue
complex.
Tabel Kaitan
antara kegiatan pembelajaran dengan domain tingkatan aspek Afektif
Tingkat
|
Contoh kegiatan pembelajaran
|
Penerimaan (Receiving)
|
Arti : Kepekaan (keinginan
menerima/memperhatikan) terhadap fenomena/stimult menunjukkan perhatian
terkontrol dan terseleksi
Contoh kegiatan belajar :
Ø sering mendengarkan musik
Ø senang membaca puisi
Ø senang mengerjakan soal matematik
Ø ingin menonton sesuatu
Ø senang menyanyikan lagu
|
Responsi (Responding)
|
Arti : menunjukkan perhatian aktif
melakukan sesuatu dengan/tentang fenomena setuju, ingin, puas meresponsi
(mendengar)
Contoh kegiatan belajar :
Ø Mentaati aturan
Ø Mengerjakan tugas
Ø Mengungkapkan perasaan
Ø Menanggapi pendapat
Ø Meminta maaf atas kesalahan
Ø Mendamaikan orang yang bertengkar
Ø Menunjukkan empati
Ø Menulis puisi
Ø Melakukan renungan
Ø Melakukan introspeksi
|
Acuan Nilai
( Valuing)
|
Arti : Menunjukkan konsistensi
perilaku yang mengandung nilai, termotivasi berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai yang pasti
Tingkatan : menerima, lebih
menyukai, dan menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai
Contoh Kegiatan Belajar :
Ø Mengapresiasi seni
Ø Menghargai peran
Ø Menunjukkan perhatian
Ø Menunjukkan alasan
Ø Mengoleksi kaset lagu, novel, atau
barang antik
Ø Menunjukkan simpati kepada korban
pelanggaran HAM
Ø Menjelaskan alasan senang membaca
novel
|
Organisasi
|
Arti : mengorganisasi nilai-nilai
yang relevan ke dalam suatu sistem menentukan saling hubungan antar nilai
memantapkan suatu nilai yang dominan dan diterima di mana-mana memantapkan
suatu nilaimyang dominan dan diterima di mana-mana
Tingkatan : konseptualisasi suatu
nilai, organisasi suatu sistem nilai
Contoh kegiatan belajar :
Ø Rajin, tepat waktu
Ø Berdisiplin diri mandiri
dalam bekerja secara independen
Ø Objektif dalam memecahkan masalah
Ø Mempertahankan pola hidup sehat
Ø Menilai masih pada fasilitas umum
dan mengajukan saran perbaikan
Ø Menyarankan pemecahan masalah HAM
Ø Menilai kebiasaan konsumsi
Ø Mendiskusikan cara-cara
menyelesaikan konflik antar- teman
|
B.
Ciri-Ciri
Penilaian Teknik Evaluasi Ranah Afektif
Pertama, pemikiran atau perilaku
harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif.
Perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua,
perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah
afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau
kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya
cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting berdasarkan
tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1.
Sikap
Sikap merupakan
suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu
objek.
2.
Minat
Minat adalah suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian atau pencapaian serta keinginan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
Penilaian minat
dapat digunakan untuk:
Ø Mengetahui minat
peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
Ø Mengetahui bakat
dan minat peserta didik yang sebenarnya,
Ø Pertimbangan penjurusan
dan pelayanan individual peserta didik,
Ø Menggambarkan
keadaan langsung di lapangan/kelas,
Ø Menggambarkan
keadaan langsung di lapangan/kelas, Mengelompokkan didik yang memiliki peserta
minat sama,
Ø Acuan dalam menilai
kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam
penyampaian materi,
Ø Mengetahui tingkat
minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
Ø Bahan pertimbangan
menentukan program sekolah,
Ø Meningkatkan
motivasi belajar peserta didik.
3.
Konsep Diri
Konsep diri adalah
evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang
dimiliki. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik,
yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih
alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi konsep
diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik
dengan tepat. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.
Kelebihan dari
penilaian diri adalah sebagai berikut:
Ø Pendidik mampu
mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
Ø Peserta didik mampu
merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
Ø Pernyataan yang
dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
4.
Nilai
Merupakan suatu
keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan
yang dianggap buruk.
5.
Moral
Moral berkaitan
dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan
terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
Ranah afektif lain
yang penting adalah:
v Kejujuran: peserta didik
harus belajar menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
v Integritas: peserta
didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
v Adil: peserta
didik harus berpendapat bahwa semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam
memperoleh pendidikan.
v Kebebasan: peserta didik
harus yakin bahwa negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung
jawab secara maksimal kepada semua orang.
C.
Pengembangan Teknik Evaluasi Ranah Afektif
Hingga dewasa ini, ranah afektif
merupakan kawasan pendidikan yang masih sulit untuk digarap secara operasional.
David Krathwohl beserta para koleganya yang adalah para pakar dengan reputasi
akademik memadai pun mengeluh betapa sulit mengembangkan kawasan afektif.
Afek merupakan karakteristik atau unsur
afektif yang diukur, ia bisa berupa minat, sikap, motivasi, konsep diri, nilai,
apresiasi, dan sebagainya. Afek merupakan traits psikologik yang tidak dapat diamati secara langsung.
Kita hanya dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau
perbuatan. Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3 kecenderungan atau
“arah”(Anderson, 1981): positif, netral, atau negatif.
Struktur ranah afektif sebagaimana
dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit. Artinya struktur afektif ini
unsur-unsurnyacukup kompleks.
Tidak semua karakteristik afektif harus
dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik afektif yang perlu diperhatikan
(diukur dan dinilai) terkait dengan mata pelajaran PAI di sekolah adalah sikap,
minat, konsep diri, dan nilai.
Teknik pengukuran afektif dapat
dilakukan dengan berbagai ragam misal: (1) skala bertingkat (rating scale;
suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan; (2) angket
(questionaire; sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh siswa);
(3) swalapor (berupa sejumlah pernyataan yang menggambarkan respon diri
terhadap sesuatu); (4) wawancara (interview; tanya jawab atau dialog untuk menggali informasi
terkait dengan afek tertentu); (5) inventori bisa disebut juga sebagai interviu
tertulis.
Evaluasi efektif dapat berfungsi sebagai
salah satu alat penjamin mutu pendidikan di sekolah sekaligus sebagai alat
penjamin mutu guru. Penilaian afektif berguna antara lain untuk bahan pembinaan bagi siswa dalam usaha
meningkatkan penguasaan kompetensinya dan masukan untuk memperbaiki kualitas
proses pembelajaran.
Pengembangan alat evaluasi atau instrumen afektif menuntut beberapa
langkah:
1. Membuat definisi
konseptual, dalam hal ini kita perlu memahami konstrak (construct)
teoretik;
2. Membuat definisi
operasional, di dalamnya kita menentukan domain atau indikator, serta
menentukan objek psikologiknya, untuk kemudian dibuat kisi-kisi, serta membuat butir-butir pernyataan;
3. Menentukan metode
pengukuran atau penskalaan, untuk mengukur sikap misalnya ada 3 metode utama
yaitu :judgment method, response method, kombinasi kedua metode yakni judgment and response methods;
4. Analisis instrumen,
hal ini dilakukan setelah kita melakukan ujicoba pengukuran, hasilnya kemudian
dianalisis baik per butir maupun keseluruhan butir.
D.
Contoh
Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu dinilai
utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis
penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu: a) laporan diri oleh
siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket anonim, b) pengamatan
sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah
kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1.
Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan
terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2.
Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia
merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3.
Menghargai, meliputi menerima suatu
nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4.
Mengorganisasi, meliputi
mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem
suatu nilai
Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem
nilai yang dianutnya. Contohnya mengamati tingkah laku siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar berlangsung.
Skala yang sering digunakan dalam instrumen (alat) penilaian
afektif adalah Skala Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.
Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah
7
|
6
|
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|
Saya senang balajar sejarah
|
|||||||
Pelajaran sejarah bermanfaat
|
|||||||
Pelajaran sejarah membosankan
|
|||||||
Dst….
|
Contoh Skala Likert: Minat terhadap pelajaran sejarah
1. Pelajaran
sejarah bermanfaat
|
SS
|
S
|
TS
|
STS
|
2. Pelajaran
sejarah sulit
|
||||
3. Tidak
semua harus belajar sejarah
|
||||
4. Sekolah
saya menyenangkan
|
Keterangan:
SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Minat Membaca
Nama
Pembelajar:_____________________________
No
|
Deskripsi
|
Ya/Tidak
|
1
|
Saya lebih suka membaca
dibandingkan dengan melakukan hal-hal lain
|
|
2
|
Banyak yang dapat saya ambil hikmah
dari buku yang saya baca
|
|
3
|
Saya lebih banyak membaca untuk
waktu luang saya
|
|
4
|
Dst…………..
|
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1989). Dasar-dasar evaluasi
pendidikan. Cetakan ke-V. Jakarta: Bina
Joesmana. (1988). Pengukuran dan evaluasi
dalam pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Zuchdi, Darmiyati. (2000). Evaluasi belajar afektif.Yogyakarta.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses
Belajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset
Sudjono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.
Azwar, Saifuddin. (1988). Sikap
manusia teori dan pengukurannya.
Yogyakarta: Liberty.
Langganan:
Postingan (Atom)